Friday, July 24, 2009

Kurangi Waktu Bermusik Anda Demi Menghasilkan Musik

Artikel asli oleh Jason Timothy. Versi asli dapat dilihat di : http://www.musicsoftwaretraining.com/blog/?p=234

Kurangi Waktu Bermusik Anda Demi Menghasilkan Musik

Saya yakin anda pernah juga berjuang dengan kreativitas anda dalam menghasilkan sebuah karya. Anda menghabiskan waktu yang banyak untuk menyelesaikan lagu anda. Pernahkah anda merasa malas untuk mulai menciptakan sebuah lagu karena merasa tidak akan pernah punya cukup waktu untuk menyelesaikannya?


Saya mengerti perasaan itu.


Sekitar 6 bulan yang lalu saya membuat sebuah komitmen bahwa selama 30 hari saya akan mengerjakan musik minimal 2 jam sehari, tiap hari. Apapun yang saya lakukan tidak penting, selama itu adalah menciptakan sebuah karya. Saya berpikir bahwa saya butuh disiplin semacam ini demi menyelesaikan semua ide-ide lagu yang tidak pernah tergarap sampai selesai. Janji itu berjalan baik di 5 hari pertama dan saya sendiri sangat termotivasi di 3 hari pertama. Lalu kejadian-kejadian di dunia nyata mulai mengganggu janji tersebut dan motivasi saya terkikis sedikit demi sedikit. Saya menghasilkan beberapa karya yang lumayan, tapi saya pribadi merasa bahwa saya gagal untuk menjalankan komitmen saya di awal. Saya memutuskan untuk meninggalkan komitmen tersebut dengan kemungkinan untuk menjalankannya kembali di lain waktu. Saya pribadi meraa bahwa tujuan utama dari komitmen ini tidak realistis bagi saya pribadi (saya katakan “bagi saya pribadi” karena mungkin untuk beberapa orang di luar sana komitmen tersebut bisa saja terdengar masuk akal. Kalau anda merasa begitu, saya persilahkan untuk anda jalankan!)


Tahun ini saya mencoba pendekatan yang berbeda, untuk tujuan apapun dalam hidup.


Anggaplah ini sebagai sebuah latihan. Ide utamanya adalah untuk membangun kebiasaan dahulu daripada sudah berpikir mengenai proses produksi maksimal dan hasilnya. Ide baru saya ini adalah menciptakan sebuah tujuan yang sangat sederhana, sehingga akan sangat keterlaluan apabila saya tidak bisa mencapainya tiap hari. Kuncinya disini adalah SETIAP HARI, bukan 5 hari seminggu, bukan hari-hari lainnya… SETIAP HARI. Hal ini penting dalam membangun sebuah kebiasaan.


Ketika saya memutuskan untuk berolahraga supaya lebih bugar, saya memutuskan untuk berkomitmen melakukan 20 kali push up dan 50 kali sit up. Tidak lebih dan tidak kurang. Hal itu cukup mudah untuk dilakukan dan hanya menghabiskan waktu beberapa menit saja tiap hari. Walaupun saya tidak melihat ada perkembangan penting dalam kebugaran tubuh saya, saya justru melihat bahwa kebiasaan saya berolahraga terbangun dengan kuat.


Karena sudah menjadi kebiasaan, saya memutuskan untuk mulai menambah beban latihan dengan menambah porsi sit up dan push up serta menambah latihan beban dalam program latihan saya. Akhirnya saya tidak saja memperhatikan adanya perbedaan, tapi saya bahkan tidak bisa berpikir untuk membolos latihan sehari saja.


Intinya disini adalah menciptakan kebiasaan terlebih dahulu, dan ketika kebiasaan tersebut sudah mulai terbangun, pelan-pelan kita tingkatkan tantangan sedikit demi sedikit sehingga kta menjadi cukup tertantang, tapi tidak terlalu susah sehingga kita sampai tergoda untuk membolos latihan sehari saja.


Kembali ke produksi musik…


Ide saya untuk anda adalah mendedikasikan diri anda selama 15 menit per hari, tiap hari, untuk membuat musik. Tidak penting apapun yang anda lakukan, tapi pastikan bahwa anda berkreasi dengan cara apapun


Jika anda sedang tidak berada di depan komputer atau di luar rumah, mungkin anda bisa meminjam gitar akustik teman anda, menulis lirik lagu atau menyenandungkan sebuah melodi dan merekamnya di sebuah perekam portabel. Apapun situasinya, dimanapun anda berada… tidak ada alasan… 15 menit! Itu saja.


Sejalan dengan terbangunnya kebiasaan anda, beberapa hal akan mungkin terjadi :

1. Otak anda akan terbiasa untuk kreatif dan ide-ide baru akan mulai bermunculan

2. Anda akan menjadi lebih produktif dalam 15 menit dibandingkan dengan orang lain yang menghabiskan waktu 1 jam. Inilah sisi positif dari kebiasaan. Kebiasaan akan mengarahkan kita pada hidup yang lebih efisien.

3. Anda mungkin akan menghabiskan waktu lebih dari 15 menit di suatu waktu, tapi jangan dijadikan alasan untuk mengurangi waktu 15 menit anda di keesokan harinya.

Saya yakin apabila anda melakukan ide saya untuk membangun kebiasaan dalam kehidupan bermusik anda dan untuk hal-hal lain dalam hidup anda, anda akan mendapatkan pencapaian-pencapaian yang tidak pernah anda kira sebelumnya!


Sedikit pendekatan yang berbeda yang bisa anda coba


Saat anda sudah bisa membangun kebiasaan tersebut, anda dapat menciptakan berbagai cara untuk mendorong kreativitas anda lebih jauh lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan batasan pada kreativitas anda setiap hari. Ya, saya tidak salah tulis, batasilah waktu anda!


“Hari ini saya hanya akan menghabiskan waktu 30 menit untuk membuat musik”.


Hal ini merupakan cara yang baik untuk melatih otak kiri anda yg bersifat analitis untuk tidak menebak-nebak segala hal yang anda lakukan dan menciptakan sebuah urgensi untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit.


Bukankah ini adalah alasan mengapa ada kematian? Jika tidak ada kematian, maka hanya sedikit diantara kita yang akan melakukan hal-hal yang berguna, karena kita akan berpikir, “ah, masih ada hari esok”.


Jangan menunggu sampai besok, mulailah hari ini dan setiap hari. Mulailah dari hal yang kecil untuk membentuk sebuah kebiasaan, dan mulailah menambah bebannya ketika kebiasaan anda sudah terbentuk. Semoga beruntung!

Musik Elektronik di Atas Panggung : Sebuah Refleksi

Artikel asli ditulis oleh Primus Luta. Versi asli dapat dilihat di : http://createdigitalmusic.com/2009/07/21/take-it-to-the-stage-reflections-on-live-laptop-music-from-artists/

Musik Elektronik di Atas Panggung : Sebuah Refleksi

Di masa sekarang, musik elektronik bisa didengar di mana saja, baik itu di kalangan akademis, pasar musik berceruk kecil sampai karya komersil yang populer. Tapi masih ada ketidakmenyambungan secara persepsi antara musik elektronik dan musik tradisional, terutama di dalam konteks membawakan musik tersebut secara live di panggung. Musik yang menggunakan alat musik tradisional dapat diukur profisiensinya dari pencapaian fisik yang terlihat : senar gitar dipetik, senar bas dibetot, tangan yang menggenggam pemukul drum menghajar snare. Musik elektronik selama ini dimengerti sebagai musikyang dibuat oleh komputer, sehingga menimbulkan pertanyaan besar di benak semua orang : jika musiknya sudah dibuat oleh komputer, lalu apa yang sebenarnya dilakukan oleh sang musisi? Tulisan ini mencoba menyingkap misteri di balik live performance para musisi elektronik.

Dari Studio ke Panggung

Menurut sejarah, penampilan musik live sudah ada jauh sebelum ditemukannya konsep rekaman musik. Rekaman musik di awal perjalanannya juga bukan merupakan konsep rekaman seperti yang kita kenal sekarang sebagai produksi rekaman studio, tapi lebih sebagai rekaman langsung dari live performance. Musik elektronik sendiri merupakan sebuah anomali. Walaupun komposisi musik elektronik di awal perjalanannya diciptakan untuk live performance, kebanyakan musik elektronik di jaman sekarang justru dimulai dari rekaman.

Menterjemahkan hasil proses produksi di studio yang berlarut-larut ke atas panggung bukanlah sebuah tugas yang mudah. Tidak selalu mungkin untuk memainkan secara live musik yang sudah dihasilkan di studio, tapi penting untuk harus dilakukan.

“Kami dapat merekam suara dengan multi-track di studio”, kata 8 Bit Weapon, “tapi saat bermain di panggung, anda akan terpasung dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh komputer lama, console game dan sound chip. Jadi kami harus memotong atau menambah bagian yang direkam dengan mereproduksi mereka secara live.”

Bagi Richard Devine, menyusun live performance dimulai di studio dengan cara “menterjemahkan semua data MIDI dan transisi lagu ke dalam Ableton Live. Ableton menjalankan bagian-bagian dari lagu saya. Saya memiliki ratusan audio clip yang berjalan di session view.” Di atas panggung, hal tersebut memungkinkan Devine untuk “me-mix and match breaks, intro, atau bagian-bagian dari lagu yang berbeda, dan juga memanipulasi cara memainkannya. Saya bisa melakukan apa saja dengan aransemen aslinya. Ini seperti melakukan remixing dan producing dalam waktu yang bersamaan.”

Menurut Mark de Clive-Lowe, “hal ini sangat mirip dengan proses pembuatan lagu di studio, hanya dipercepat!”.

Menurut J Tonal dari The Flying Skulls, “Kami menciptakan lagu di studio dengan cara yang tradisional. Mereka kemudian dipecah menjadi bagian-bagian drum dan bass yang dimainkan secara live dengan MPC, bagian melodi dan lead yang dimainkan live dengan MS2000, dan sampel-sampel dan bagian melodi lain yang dipecah menjadi Ableton Live audio clips dan dimainkan live menggunakan M-Audio Trigger Finger.” Sistem kerja ini mereka sebut sebagai deconstruxions.

Seperti yang dijelaskan oleh Mark de Clive-Lowe, “pemikiran mengenai mereinterpretasi dan menterjemahkan lagu yang sama untuk penonton yang berbeda dengan kondisi dan situasi yang berbeda bukanlah hal baru.” Dengan kata lain, mengaransemen ulang musik elektronik untuk dimainkan secara live memiliki relevansi dalam konteks performance, seperti halnya musik tradisional lainnya.

Bagi beberapa orang, hal ini berujung pada pengulangan sejarah, kembalinya live performance sebagai bahan untuk rekaman. Menurut Tim Exile, “pengalaman ikut serta dalam sebuah aksi live performance adalah sangat cepat dan sulit diterjemahkan ke dalam sebuah rekaman. Saya telah mengembangkan beberapa cara untuk berimprovisasi yang merupakan feedback dari lingkungan tempat musik saya dibawakan.”

Dimainkan live atau tekan tombol play?

Saat membahas tentang musik elektronik, apakah musiknya dimainkan live atau hanya diputar rekamannya saja? Sehubungan dengan munculnya teknologi baru seperti Ableton Live, garis pemisah di antara keduanya mulai kabur sampai pada titik menjadi tidak relevan lagi. Seperti yang dijelaskan oleh Tim Exile bahwa, “diskusi ini lebih berada pada batasan antara membawakan komposisi secara live dan improvisasi. Kebanyakan live performance yang saya lihat belakangan ini adalah memvariasikan aransemen secara live, dengan fokus utama pada pemotongan atau penambahan aransemen sesuai dengan reaksi dari penonton. Pertunjukan live menjadi adaptif dan hampir mirip dengan konsep yang digunakan para DJ.”

Apapun sumber suara yang telah dipersiapkan, gaya adaptif ini sendiri menjadi sebuah “performance” dalam konteksnya sendiri. Richard Devine mengatakan bahwa, “sekarang saya tidak bisa melakukan dua live performance yang persis sama. Ada banyak variabel berbeda yang dapat dirubah dan dimanipulasi.”

Menurut Daedlus, “saya banyak menggunakan loop yang sudah dibuat sebelumnya. Analoginya adalah sama ketika saya hendak bermain lego dan mencoba untuk membuat model pesawat luar angkasa supaya hampir sama dengan aslinya.”

Menurut J Tonal dari The Flying Skulls, “banyak lagu kami yang memiliki versi yang telah direkam di studio sebelumnya, yang dimainkan selama sekitar 2 menit, kemudian kami menerapkan konsep deconstruction dan memainkan versi remix secara live dari lagu yang sama.” Di atas backing track dari lagu mereka, Seth dan Michelle dari 8 Bit Weapon “memainkan Commodore 64 dan 128 live seperti layaknya sebuah piano, dan menggunakan Apple IIc sebagai synth mono dengan cara bermain yang sama. Game Boy digunakan untuk memainkan suara-suara live dan sequence sederhana.”

Pusat Komando

Pusat dari segala pertunjukan musik adalah instrumennya. Bagi musik elektronik, instrumen tersebut adalah peralatan yang dibawa saat live performance. Peralatan tersebut dapat berupa sebuah laptop atau sebuah alat hybrid antara hardware dan software; kemungkinan konfigurasinya tidak terbatas. Kombinasi antara midi controller, sound module, mixer dan efek menentukan luasnya suara-suara yang dapat dihasilkan. Peralatan yang digunakan sang musisi menjadi titik penentu bagi dirinya.

Seberapapun besarnya atau banyaknya peralatan yang digunakan, semua set itu memiliki satu pusat komando dimana semua sumber suara mendapatkan perintah. Bagi Daedelus pusat komando tersebut adalah Monome. “Saya sudah cocok dengan Monome. Terutama menggunakan MLR dan tambahan-tambahan lain. Saya merasa terbebas dari belenggu kreativitas. Saya bisa berimprovisasi seperti layaknya seorang musisi jazz dengan sampel-sampel.”

Walaupun peralatan anda beraneka ragam, aspek improvisasi tetaplah yang terpenting. Richard Devine menjelaskan bahwa peralatannya yang merupakan hybrid antara software dan hardware memungkinkannya untuk memiliki “fleksibilitas yang maksimum untuk mengubah apa saja di waktu kapan saja selama pertunjukan.” Pusatnya adalah MacBook Pro yang menjalankan Ableton Live 8 yang mensinkronkan tiga peralatannya. “Monome ini menjalankan trigger acak pada FM synth di Max, MonoMachine ini menjalankan synth dan bassline, sedangkan Machine Drum menjadi sumber suara kick drum analog dan perkusi latar.”

Sama rumitnya dengan peralatan dari 8 Bit Weapon. Laptop tetap mereka gunakan, bersama dengan sebuah komputer Commodore 64, komputer Commodore 128, sebuah Game Boy, sebuah Apple IIc, Elektron SidStation (berisi sound chip C64), konsol Nintendo Entertainment System, Korg microKORG vocoder dan sebuah mixer 12 channel.

Walaupun laptop menjadi sumber suara bagi Tim Exile, pusat komando dari peralatannya adalah 2 Behringer BCR2000 dan sebuah BCF2000. “Kendali 2 arahnya sangat sempurna, dan ada cara untuk dapat menggunakan setiap tombol yang ada. Saya membuat sendiri pemetaan kendali untuk mengendalikan Reaktor.”

Peralatan Mark de Clive-Lowe’s mungkin terlihat sebagai peralatan seorang keyboardis dengan Rhodes, Clavinet dan synth lainnya. Pusat komando yang ia gunakan adalah MPC3000 yang digunakan untuk memprogram beat secara live. “Interface yang taktis memungkinkan saya untuk bermain drum layaknya drum asli.”

Bagi The Flying Skulls, tiap anggotanya memiliki peran instrumental yang berbeda. Semua suara menjadi satu di mixer Rane Empath. “Mixer ini menjadi master mixing console bagi beberapa elemen pertunjukan kami: Snareface yang memainkan MPC, Jerome pada MS2000 dan satu channel dari Live yang dijalankan di laptop J Tonal.” Menggunakan fasilitas Flex-FX di mixer Rane Empath tersebut “memungkinkan kami untuk mengakses lebih dari 100 jenis efek yang dapat langsung diaplikasikan ke beberapa atau semua channel dengan kendali yang mudah.”

Mengikutsertakan Penonton

Selalu ada kebutuhan untuk mengikutsertakan penonton. Menurut Richard Devine, “Hal ini sangatlah penting. Anda harus dapat tersambung dengan mereka. Saya biasanya memainkan lagu yang mereka kenal, dan juga lagu-lagu baru yang mereka belum pernah dengar. Saya suka untuk memprogram breaks dan transisi yang dapat membawa penonton seperti sebuah jet koster.”

Memimpin para penonton selama pertunjukan bukanlah hal yang mudah, terutama dengan keharusan untuk berkonsentrasi pada kendali aransemen lagu yang dibawakan. Akan tetapi keberhasilan musisi untuk menyambungkan performance mereka dengan apa yang didengar oleh penonton merupakan sebuah pencapaian tersendiri.

Menurut Tim Exile, “pergerakan adalah sama pentingnya dengan suara yang keluar. Saya memperhatikan bahwa penonton merespon dengan baik saat mereka dapat tersambung antara gerakan dan suara yang mereka belum pernah dengar sebelumnya. Jadi jika mereka melihatmu mengendalikan secara langsung sebuah struktur suara yang mereka hanya bisa dengar sebelumnya tanpa ada korelasi kinetik apapun, maka mereka dapat mengalami sebuah pengalaman yang transformatif.”

“Para pentonton menyaksikan sebuah proses produksi studio yang dilakukan dalam kecepatan tinggi di atas panggung di depan mata mereka sendiri, “ jelas Mark de Cliv-Lowe. “Mereka mengalami sebuah perjalanan melalui musiknya – melalui ritem, harmoni dan melodi.”

Para musisi dapat beradaptasi dengan perjalan itu dengan cara “menyuapi” penonton. Menurut Daedelus, “mereka (para penonton) adalah ombak di lautan. Mencoba untuk melawan mereka adalah perbuatan sia-sia. Anda dapat mengangkat layar mencoba melawan angin, tapi anda tidak akan bisa pergi jauh dengan begitu. Saya sudah menentukan arah dari perjalanan ini sebelumnya, tapi saya juga melihat keadaan penonton dan rela untuk memutar arah apabila diperlukan.”

Hal ini tidak menghapus cara-cara tradisional untuk mengikutsertakan penonton. J Tonal menyarankan agar mikropon selalu tersedia supaya kita bisa berkomunikasi dengan penonton. Ia meyakinkan diri agar para penonton berada dalam kondisi emosional yang sama dengan dirinya saat di panggung. 8 Bit Weapon menggunakan pendekatan lain, “kami sering melontarkan komentar-komentar lucu saat berganti lagu.”

Mengantisipasi Kegagalan

Walaupun teknologi telah memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal yang spektakuler, sistem pencegahan kegagalan belum dapat diimplementasikan dengan baik. Mengganti harddisk yang rusak belum sesederhana mengganti senar gitar yang putus.

Mark de Clive-Lowe sering mengalami kejadian dimana MPC nya mengalami kerusakan sebelum dan pada saat pertunjukan berlangsung. Richard Devine juga sering mengalami hal yang sama, dimana komputernya hang di tengah pertunjukan atau tiba-tiba mendapati masalah sinkronisasi yang gagal. 8 Bit Weapon juga telah mengirimkan SidStationnya untuk diperbaiki di Swedia berkali-kali karena tersenggol dan terbanting oleh penonton yang mabuk.

Mengatasi situasi tak terduga seperti ini menjadi bagian dari performance itu sendiri. Menurut Mark de Clive-Lowe, “ketrampilan terhebat seorang live performer adalah saat ia mampu menjadikan kesalahan tersebut menjadi bagian dari pertunjukan dan tidak terlihat sebagai sebuah kesalahan.” Richard Devine menambahkan “ketika kita hanya memiliki waktu yang singkat untuk bermain – ketika ada sebuah kesalahan, kita harus siap dengan rencana cadangan yang dapat berupa sebuah komputer lain yang siap dimainkan atau alat hardware lain yang dapat digunakan untuk bermain. Tidak ada yang lebih buruk daripada keliling dunia untuk bermain di sebuah show dan menemui masalah teknis.”

Tapi mungkin penghalang terbesar adalah, seperti yang dikatakan oleh Tim Exile, “berada dalam mood yang buruk. Tidak ada yang bisa kita lakukan saat itu terjadi.”

Beberapa Tips Untuk Menyelesaikan Lagu Anda

Artikel asli ditulis oleh Jason Timothy. Versi asli dapat dilihat di : http://www.musicsoftwaretraining.com/blog/?p=251

Perspirasi vs. Inspirasi

Ketika sedang membuat sebuah komposisi, pernahkah kamu merasa tiba-tiba kehabisan ide? Kamu sudah menciptakan sebuah groove yang enak, tapi nggak tau gimana cara menyelesaikan groove tersebut menjadi sebuah lagu utuh?

Jangan menunggu inspirasi. Dengarkanlah lagu tersebut di dalam kepalamu, dan gerakkan badanmu seakan kamu sedang menikmati lagu tersebut dipertunjukkan di sebuah gig. Bayangkan dirimu berkeringat karena bergerak mengikuti beat lagu tersebut.

Energi yang tercipta dalam gerakanmu menciptakan sebuah “emosi”, dan emosi selalu menjadi dasar dari inspirasi.

Komposisi vs. Sound Design

Saya akui, semua musisi elektronik kenamaan memiliki keunikan tersendiri, yaitu dalam penciptaan sound (sound design) yang menjadi bagian-bagian dari lagu mereka.

Hanya saja, tidak semua orang adalah ahli dalam sound design. Proses ini dapat membawa diri kalian dari keadaan “sangat terinspirasi” menuju kelelahan mental.

Ketika kita sedang membuat sebuah komposisi, kecepatan adalah faktor utama penentu selesai atau tidaknya komposisi tersebut. Biasanya kita perlu untuk tetap berada dalam mood ”sangat terinspirasi” tersebut supaya syaraf-syaraf kreatif kita mampu menetaskan nada-nada atau ide-ide bagian dari lagu yang sedang kita komposisikan. Banyak produser lagu yang berhasil bukanlah ahli dalam sound design, tapi mereka memiliki kemampuan yang bagus dalam mengorganisir suara-suara serta mampu bergerak cepat dalam menciptakan sebuah komposisi. Mereka sudah memiliki sound-sound bass standar yang basic, yang nantinya dapat diganti dengan sound lain, untuk sesegera mungkin menuangkan ide-ide mereka. Begitupun dengan sound lead synth, pad, string, drum loops dan drum kits. Mereka biasanya memprioritaskan untuk bisa menuangkan terlebih dahulu segala ide-idel melodi, bassline, lead line, drum pattern dan sebagainya tanpa memikirkan bagaimana harus men-tweak sound tersebut menjadi seperti apa yang mereka inginkan untuk terdengar. Adalah penting untuk memisahkan waktu untuk membuat komposisi dengan waktu untuk melakukan sound design. Mencoba untuk melakukan keduanya dalam satu sesi hanya akan melelahkan syaraf-syaraf pendengaran dan kreativitas kalian.

Ciptakan Puncakmu

Yang saya maksud dengan puncak disini adalah bagian dari lagu kita dimana saat ia dimainkan, semua orang yang sedang menonton kita akan bergerak, berdansa dan menepukkan tangannya di atas kepala mengikuti beat lagu yang kita mainkan. Inilah bagian dari lagu kita yang paling berenergi. Bagian inilah yang paling ditunggu orang setelah dihajar oleh intro, breakdown dan build-up di lagu kita. Saat sudah mencapai bagian puncak, kita harus berhenti menambahkan elemen-elemen lain ke dalam lagu tersebut karena hanya akan mengaburkan energi yang telah tercipta dan merusak mood pendengarnya. Bagian puncak inilah dimana semua part dari lagu kita dapat dikeluarkan dan terdengar harmonis tanpa merusak satu sama lain.

Biasanya, bagian puncak ini terletak di ¾ dari panjang lagu yang kita buat. Ini bukan peraturan resmi, tapi kalau kalian memiliki kesulitan untuk menyelesaikan lagu yang sedang kalian buat, tidak ada salahnya untuk mengikuti peraturan yang sudah terbukti mensukseskan produser lain sampai kalian cukup percaya diri untuk menciptakan aturan sendiri.

Berikut adalah struktur lagu electronic dance music yang umum :

1. Intro (8-16 bar) – beat sederhana yang memudahkan DJ untuk melakukan beat match.

2. Bassdrop (32 bar) – saat dimana track bassline mulai dikeluarkan.

3. Breakdown/build up (4-8 bar) – biasanya kick drum dimatikan, dan mulai dikeluarkan arp lead dan part synth lain

4. Groove (32-64 bar) – di bagian ini, hampir semua part terdengar, tapi belum semuanya, crowd dapat mulai bergerak di bagian ini.

5. Breakdown/build up (4-8 bar) – kembali pelan-pelan part-part yang berat dihilangkan, persis seperti breakdown pertama, tapi bisa ditambahkan elemen-elemen yang lebih dramatis.

6. Puncak (32-64 bar) – bagian inilah dimana semua part lagu tersebut terdengar dan crowd mencapai puncak emosi mereka. Biasanya setelah 32 bar, perlahan-lahan part-part lagu dihilangkan sampai mencapai keadaan seperti di bagian Groove.

7. Outro (8-16 bar) – mirip dengan bagian intro, untuk mempermudah DJ

Supaya lagu tetap terdengar dinamis, tambahkan elemen baru tiap 4-8 bar. Elemen kecil seperti perubahan LFO/ Filter Cutoff sekalipun dapat membuat lagu terdengar dinamis.

Buatlah struktur lagu tersebut sesuai dengan apa yang ada di kepala kita sesegera mungkin setelah kita selesai membuat komposisi bassline, drumline, synth lead, pad dan lainnya. Jangan pikirkan dulu tentang efek transisi dan sebagainya. Buatlah dulu imaji visual dari lagu tersebut di depan mata kita, barulah nanti kita tambahkan sedikit demi sedikit elemen-elemen untuk mempermanis lagu tersebut.

Cara lain yang bagus dalam mencari inspirasi adalah dengan mendengarkan lagu dari orang lain. Contohlah struktur lagu lain yang kita sukai. Hal ini bukanlah sebuah pencurian ide, tapi lebih sebagai proses belajar untuk mengetahui cara berpikir para produser sukses di luar sana.